Etika Ultitarianisme Dalam Bisnis
Ultitarianisme dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1784-1832). Dalam
ajarannya, Ultitarianisme merupakan “bagaimana menilai baik atau buruknya
kebijaksanaan sospol, ekonomi dan legal secara moral”. Dengan kata lain, Ultitarianisme
merupakan “bagaimana menilai kebijaksanaan publik yang memberikan dampak baik
bagi banyak orang secara moral”.
Etika Ultitarianisme, kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sama-sama
bersifat teologis. Artinya, keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasar
pada baim atau buruknya suatu keputusan. Keputusan bisnis merupakan
kebijaksanaan bisnis, sedangkan keputusan etis merupakan ultitarianisme.
Terdapat dua
kemungkinandalam menentukan kebijaksanaan publik yaitu:
1.
Kemungkinan
diterima oleh sebagian kalangan
2.
Menerima
resiko dari sekelompok orang atas ketidaksukaan terhadap kebijakan yang dibuat.
Bentham menemukan dasar yang paling objektif dalam menentukan
kebijakan umum atau publik yaitu; apakah kebijakan atau suatu tindakan tertentu
dapat memberikan manfaat atau hasil yang berguna atau bahkan sebaliknya
memberikan kerugian untuk orang-orang tertentu.
Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Kriteria pertama adalah manfaat , yaitu bahwa
kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
Jadi, kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang menghasilkan hal yang
baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah yang
mendatangkan kerugian tertentu.
Kriteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu
bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam
situasi tertentu lebih besar)dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan
alternative lainnya.
Kriteria ketiga adalah manfaat terbesar bagi
sebanyak mungkin orang, yaitu dengan kata lain suatu kebijaksanaan atau
tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut etika utilitarianisme
adalah kebijaksanaan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak
mungkin orang atau sebaliknya membawa akibat merugikan yang sekecil mungkin
bagi sedikit mungkin orang.
Secara padat ketiga prinsip itu dapat
dirumuskan sebagai berikut: Bertindaklah sedemikian rupa sehingga tindakanmu
itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang.
Nilai Positif Etika Utilitarianisme
a. Rasionalitas, prinsip moral yang diajukan oleh
etika utilitarianisme ini tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang mungkin
tidak kita pahami dan yang tidak bias kita persoalkan keabsahannya.
b. Dalam kaitannya dengan itu, utilitarianisme
sangant menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Setiap orang dibiarkan bebas
untuk mengambil keputusan dan bertindak dengan hanya memberinya ketiga criteria
objektif dan rasional tadi.
c.
Universalitas, yaitu berbeda dengan etika
teleologi lainnya yang terutama menekankan manfaat bagi diri sendiri atau
kelompok sendiri, utilitarianisme justru mengutamakan manfaat atau akibat baik
dari suatu tindakan bagi banyak orang.
Kelemahan Etika Ultitarianisme
a.
Etika ultitarianisme tidak pernah menganggap
serius milai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai
suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
b.
Etika ultitarianisme tidak pernah menganggap
serius kemauan baik seseorang.
c. Variable yang dinilai tidak semuanya dapat
dikualifikasi.
Utilitarianisme sebagai Proses dan sebagai
Standar Penilaian
a. Etika utilitarianisme dipakai sebagai proses
untuk mengambil sebuah keputusan, kebijaksanaan, ataupun untuk bertindak.
Dengan kata lain, etika utilitarianisme dipakai sebagai prosedur untuk
mengambil keputusan. Ia menjadi sebuah metode untuk bisa mengambil keputusan
yang tepat tentang tindakan atau kebijaksanaan yang akan dilakukan.
b. Etika utilitarianisme juga dipakai sebagai
standar penilaian bai tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Dalam
hal ini, ketiga criteria di atas lalu benar-benar dipakai sebagai criteria
untuk menilai apakah suatu tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan
memang baik atau tidak. Yang paling pokok adalah menilai tindakan atau
kebijaksanaan yang telah terjadi berdasarkan akibat atau konsekuensinya yaitu
sejauh mana ia mendatangkan hasil terbaik bagi banyak orang.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau CSR
(corporate social responsibility)
Kini jadi frasa yang semakin populer dan marak
diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia. Menguatnya terpaan prinsip
good corporate governance seperti fairness, transparency, accountability, dan
responsibility telah mendorong CSR semakin menyentuh “jantung hati” dunia
bisnis.
Di tanah air, debut CSR semakin menguat
terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang
belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di
bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung
jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).
Namun, UU PT tidak menyebutkan secara
terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR
serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa
CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.” PT yang tidak melakukan
CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan
lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah yang hingga
kini belum dikeluarkan.
Akibatnya, standar operasional mengenai
bagaimana menjalankan dan mengevaluasi kegiatan CSR masih diselimuti kabut
misteri. Selain sulit diaudit, CSR juga menjadi program sosial yang “berwayuh”
wajah dan mengandung banyak bias.
Banyak perusahaan yang hanya membagikan sembako
atau melakukan sunatan massal setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak
sedikit perusahaan yang menjalankan CSR berdasarkan copy-paste design atau
sekadar “menghabiskan” anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat
kurang diperhatikan, beberapa program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan
seringkali tumpang tindih.
Akhirnya, alih-alih memberdayakan masyarakat,
CSR malah berubah menjadi Candu (menimbulkan kebergantungan pada masyarakat),
Sandera (menjadi alat masyarakat memeras perusahaan), dan Racun (merusak
perusahaan dan masyarakat).
Perusahaan Beretika Utilitarianisme
Dewasa ini perusahaan 'saling sikut' menghadapi persaingan guna memperoleh
keuntungan semaksimal mungkin dan pengorbanan seminim mungkin seperti prinsip
ekonomi. Namun, tidak jarang perusahaan tidak memikirkan etika Utilitarianisme.
Utilitarianisme adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan
bahwa suatu tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan penggunaan (utility).
Hal ini bertujuan untuk menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan
oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.
Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan
yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan. Jadi Utilitarianisme
merupakan tindakan yang berguna dan membawa manfaat bagi semua pihak.
Beberapa perusahaan bahkan tidak memikirkan
pihak lain dalam memperoleh keuntungan pribadinya. Contoh sederhananya saja
pembangunan dan penyebaran minimarket alfamart, indomaret dan retel lainnya,
mereka tidak memperhatikan bentuk usaha yang menjual bahan pokok lainnya.
Karena secara tidak langsung mereka mengurangi kegunaan usaha warung kecil
disekitarnya. Serta banyak lagi contoh besar lainnya. Meskipun tidak banyak
perusahaan yang memikirkan etika kegunaan ini, namun masih ada perusahaan yang
menerapkan etika ini contohnya saja PT. HM Sampoerna Tbk.
PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (“Sampoerna”)
merupakan salah satu produsen rokok terkemuka di Indonesia. Sampoerna
menawarkan pengalaman merokok terbaik kepada perokok dewasa di Indonesia. Hal
ini kami lakukan dengan senantiasa mencari tahu keinginan konsumen, dan
memberikan produk yang dapat memenuhi harapan mereka.Sampoerna juga merasa bangga atas reputasi yang kami raih dalam hal
kualitas, inovasi dan keunggulan. Pada tahun 2012, Sampoerna memiliki pangsa
pasar sebesar 35,6% di pasar rokok Indonesia, berdasarkan hasil Nielsen Retail
Audit Results Full Year 2012. Pada akhir 2012, jumlah karyawan Sampoerna dan
anak perusahaannya mencapai sekitar 28.500 orang. Secara tidak langsung
Sampoerna memiliki kegunaan dalam penyerapan tenaga kerja.
Pada 2012 merupakan tahun yang cemerlang bagi
Perusahaan dimana perusahaan Sampoerna mencapai rekor penjualan melebihi 100
miliar batang, ditambah berbagai pencapaian lain di banyak bidang. Tahun 2012 juga merupakan tahun yang istimewa
bagi Sampoerna, ditandai dengan HUT Sampoerna ke-99 – angka 9 memiliki makna
khusus dalam sejarah Sampoerna – dan beberapa tonggak penting tercapai, antara
lain pembukaan dua pabrik sigaret kretek tangan baru di Jawa Timur dan
pendirian pusat pelatihan search and rescue di Pasuruan sebagai bagian dari
program tanggung jawab sosial Sampoerna. Selain itu perusahaan mengambil keputusan yaitu dengan
menggunakan metode utilitarian “ setiap pembeli rokok yang diproduksi oleh
Sampoerna akan membayar pajak yang ditangguhkan”. Dengan demikian perusahaan
tidak lagi membayar pajak, tetapi konsumenlah yang membayarnya.
Sampoerna juga mendirikan Putera Sampoerna
Foundation dimana didalamnya terdapat pendidikan, pemberdayaan wanita,
kewirausahaan dan bantuan kemanusiaan.
Jadi sekali lagi etika Utilitarianisme
merupakan tindakan yang berguna dan membawa manfaat bagi semua pihak, termasuk
yang telah dilakukan oleh Putera Sampoerna ini.
Sumber:
http://www.slideshare.net/LiscaArdiwinata/etika-utilitarianisme-dalam-bisnis
http://rhynanana.blogspot.com/2013/11/perusahaan-yang-telah-menerapkan.html
http://nicepointofview.blogspot.com/2013/11/perusahaan-beretika-utilitarianisme.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar